Selasa, 26 September 2017

Selamat Tinggal Anakku...

Apa yang kalian rasakan ketika sudah menikah lalu mendapat kabar gembira kalau bakal jadi ibu?
Senang, terharu, khawatir, cemas, jelas. Tapi yang pasti adalah rasa bahagia yang nggak bisa diungkapkan oleh kata-kata.

Itu yang aku rasakan saat pertama kali setelah satu tahun menikah hasil testpack menunjukkan dua garis, positif!
Alhamdulillah... saat itu tanggal 2 bulan Juni awal Ramadhan tahun 2017.
Bangun tidur iseng testpack, muncul dua garis tapi samar banget. Walaupun samar, tapi tanganku sempet tremor karena surprise sama hasilnya. Karena ragu akhirnya aku kirim foto hasil testpack itu ke temen deketku yang udah punya anak.
Apa katanya?
Alhamdulillah, Insya Allah beneran hamil! Makin tremor tanganku karena kaget bahagia. Hahaha...
Disuruhlah dua atau tiga hari lagi buat testpack ulang, kali aja hasil garisnya lebih jelas. Karena aku nggak sabar, besoknya aku testpack lagi dan hasilnya dua garis lebih jelas.

Gimana reaksi suami?
Awalnya suami nggak ngeh juga karena kita sama-sama awam sama hal begituan, jadinya malah bingung sendiri. Daripada bingung nggak jelas, pagi itu juga tanggal 3 Juni kami berdua dateng ke RSI Jemursari Surabaya buat menyambangi dokter kandungan.
Memang sebelumnya kami pernah dateng juga kesana untuk cek-cek dan curhat karena kami pengen program hamil dan akhirnya diberi resep Folavit 1000. Alhamdulillah kedatangan kami yang kedua kali ini ada hasil dengan dua garis di testpack.

Setelah deg-degan nunggu nomor antrian dipanggil akhirnya kami masuk ke ruang dokter dan di USG-lah perutku. Yeay! Alhamdulillah... dokter menyatakan aku hamil, dari hasil USG terlihat penebalan dinding rahim tapi janin belum keliatan. Dokter minta kami kembali dua minggu lagi.
Setelah dinyatakan hamil, mulai saat itu juga suami dan dokter memintaku untuk nggak puasa Ramadhan dulu karena harus mulai mengkonsumsi makanan yang bernutrisi lebih banyak dari biasanya. Kondisi badan saat itu sih masih biasa-biasa aja ya, makan juga masih normal. Belum ada mual atau muntah sama sekali.


19 Juni 2017
Dua minggu kemudian, tepat saat ulang tahunku 19 Juni, kami kembali lagi ke RS buat kontrol, dokter yang kami datangi beda. Karena kami emang mau ngepasin aja waktu 2 minggunya, jadi nggak milih-milih sama dokter siapa.
Setelah di USG, ternyata janin udah keliatan! Subhanallah... dia kecil banget masih berukuran 0,63 mm tapi detak jantungnya udah keliatan. Speechless... melihat ada makhluk kecil yang tinggal, hidup, berdetak jantungnya tiap detik, dan tumbuh di rahimku.
Tak lelah selalu berdoa disetiap hembusan nafasku, semoga kamu tumbuh sehat, Nak...
Karena bagiku, ini adalah hadiah di bulan Ramadhan dan hadiah ulang tahun terindah dan nggak bisa digantikan dengan yang lainnya yang Allah kasih ke aku. Alhamdulillah.

Kemudian, karena janin udah mulai keliatan dan sehat, jadwal kontrol mulai diganti jadi sebulan sekali. Di saat ini dimulailah drama bumil-bumil terjadi, mual setiap saat sepanjang hari, sensitif dengan bau-bauan baik masakan, sabun mandi, pewangi, maupun baunya suami sendiri bikin eneg. Maaapkaan yaa mas bojo, gawan bayi, hehe...
Karena nggak semua makanan bisa dimakan, jadi aku menyiasati makan jagung rebus atau kentang sebagai pengganti nasi. Selama mual-mual, aku berusaha banget buat nahan muntah. Kalau mual sih masih bisa di-handle, aku pilih ditahan-tahan jangan sampe muntah, karena kok rasanya sayang banget udah capek-capek berusaha buat bisa makan eh akhirnya keluar lagi. Jadi, selama hamil adegan muntah-muntah bisa diitung pake jari.


19 Juli 2017
Di usia kehamilan 10w6d, kontrol berlangsung bahagia, janin terlihat mulai bergerak-gerak lucu walau ukurannya masih tetep imut. Kata dokter, tangannya ada di depan wajahnya. Ah, malu-malu ya, Nak?
Setelah kontrol singkat dan janin terlihat sehat kami pulang dengan perasaan tenang dan bahagia. Nggak apa-apa deh muka jadi jerawatan parah dan bulukan selama hamil asal calon debay tetep sehat di dalam perutku. Sehat-sehat ya, Nak...


Sampai akhirnya...


Jumat, 18 Agustus 2017
Di usia kehamilan 15w1d, jadwal kontrol ke RS lagi.
Disana agak lama dokter memeriksa perutku. Di layar USG janin mulai terlihat besar daripada ukuran terakhir kontrol bulan lalu. Ketika dokter mulai mengernyitkan dahi dan berulang-ulang mengutak-atik mesin USG, hatiku udah nggak tenang.
Ya Allah... ada apa?
Seketika, dokter memecah keheningan ruangan dengan mengatakan, "Maaf Bu, saya kok nggak menemukan bagian kepalanya. Semoga hanya kecurigaan saya saja ya Bu..."

Saat itu juga, langit seperti runtuh. Tenggorokanku tercekat, aku tidak bisa berkata apapun selain memandang suamiku yang ikut terdiam. Setelah USG selesai, dokter menjelaskan keadaan anak yang ada didalam kandunganku. Dokter mencurigai janinku terkena anencephaly, yaitu kondisi dimana tidak berkembanganya tempurung kepala, sehingga otak janin hanya terlindungi membran tipis, tanpa tempurung kepala dan ini fatal. Akhirnya dokter memberikan surat rujukan ke Dr. Soetomo bagian fetomaternal untuk USG 4D, guna memastikan tindakan selanjutnya.

Walau faktor penyebabnya kompleks, ada faktor utama penyebab anencephaly, yaitu karena kurangnya asam folat. Dalam hati aku nggak bisa terima karena alasan kurangnya asam folat. Selama promil sampai hamil aku nggak pernah absen konsumsi vitamin asam folat.
Dunia saat itu terasa hancur. Keluar dari ruang periksa dan saat turun dari tangga, aku nggak bisa nahan nangis. Disana suamiku terlihat tegar, tapi aku tahu hatinya sakit.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku menangis. Rasa lelah, kecewa, sedih, marah menjadi satu. Muncul pertanyaan-pertanyaan, "Kenapa aku Ya Allah? Kenapa harus anakku? Kenapa cobaan ini Kamu kasih ke kami?! Kenapa?!"


Sabtu, 19 Agustus 2017
Kami memutuskan untuk cari second opinion di RS lain, kami memutuskan untuk ke RS Mitra Keluarga Waru yang dekat dengan rumah. Sampai di RS tanpa pilah-pilih dokter, aku pilih siapapun dokter kandungan yang sedang praktek saat itu juga. Setelah aku ceritakan kondisi dari janin yang aku kandung dan diperiksa di USG dokter ini pun semakin meyakinkan bahwa, ya, anakku mengalami kondisi anencephaly.

Kebenaran itu bikin aku nggak tahan untuk menangis. Walaupun dokter memberikan support dan mencoba membesarkan hati, tetap saja aku nggak siap menerima semua kenyataannya. Hampir tidak ada harapan hidup untuk bayi dengan kondisi anencephaly saat lahir.

Saat itu memang aku punya rencana untuk pulang ke Jogja, rencana itu aku utarakan ke dokter dan demi kelanjutan kontrol kehamilan aku minta surat pengantar untuk dokter berikutnya di Jogja. Ternyata beliau masih ada hubungan saudara dengan dokter Detty, yaitu dokter kandungan yang dulu sempat menangani kehamilan kakak iparku. Karena nyambung, akhirnya kami pilih dokter tersebut untuk dokter lanjutannya saat aku pulang ke Jogja nanti.

Sampai hari itu dua keluarga nggak ada yang tahu tentang kondisiku dan bayiku. Keadaan ini akhirnya suami ceritakan ke kakaknya hari Minggu pagi. Selanjutnya suamiku meminta tolong ke kakaknya untuk mendaftarkan namaku agar bisa diperiksa dr. Detty saat beliau praktek nanti. Rumah sakit yang kami pilih saat beliau praktek ada di RS Hermina.


Selasa, 22 Agustus 2017
Kami akhirnya pulang ke Jogja naik kereta pagi dan suami ambil cuti mendadak. Bahkan sampai di Jogja saat itupun orangtua kami nggak ada yang tahu tentang kondisi calon cucunya. Aku masih bisa tertawa dan tersenyum walau dibalik itu semua air mata rasanya ingin tumpah.

Malamnya kami berdua ditemani kakak iparku pergi ke RS Hermina untuk kontrol. Setelah bertemu beliau, aku hanya menunjukkan surat pengantar yang diberikan dari dokter sebelumnya ke dr. Detty. Baru menunjukkan amplop surat pengantarnya saja beliau sudah tau kondisiku karena ternyata mereka sudah berkomunikasi sebelumnya.

Setelah pemeriksaan USG, beliau menjelaskan bahwa kondisi bayi anencephaly sangat kecil harapan hidupnya, bayi akan sulit bertahan hidup karena tak ada tempurung kepala yang melindungi bagian otaknya. Bayi dapat tetap hidup dan tumbuh di dalam rahim ibunya tapi tidak di dunia luar. Tidak ada obat untuk kondisi ini.

Jalan terbaik untuk ibu dan bayi adalah terminasi kehamilan atau menghentikan kehamilan. Jalan terbaik dari segi medis dan psikologis Ibu. Dokter mengatakan bahwa jika bayi tetap dipertahankan sampai cukup bulan maka proses kelahiran akan sulit dan bonding antara Ibu dan anak akan semakin kuat hingga khawatir membuat psikologis Ibu terganggu. Setelah bayi dilahirkan dengan segera karena janin masih kecil, Ibu hanya menunggu tiga bulan lagi untuk recovery dan bisa melakukan program hamil lagi.

Ya Rabb...
Aku menunggu kehadiran buah hatiku tapi setelah ia hadir dan tumbuh di rahimku kenapa Engkau beri cobaan seperti ini?

Karena kami masih saja belum siap dan belum memikirkan tindakan apa yang harus kami ambil, setelah pemeriksaan selesai kami pulang ke rumah. Aku kembali menangis. Aku belum siap berpisah dengan anakku.

Sampai di rumah, akhirnya suamiku menjelaskan kepada Ibunya/Ibu mertuaku tentang kondisi sesungguhnya. Aku tahu beliau sedih, beliau tak akan pernah melihat calon cucunya itu. Dengan bijak beliau mengatakan bahwa ambil keputusan yang paling baik yang diberikan oleh dokter karena dokterlah yang lebih tahu kondisi dan tindakan yang harus dilakukan. Beliau memberikan support kepadaku untuk terus sabar dan ikhlas atas apa yang terjadi.


Rabu, 23 Agustus 2017
Pagi hari, kami dan Ibu mertuaku datang ke rumah untuk menemui orangtuaku dan menjelaskan segala kondisinya. Sama seperti mertuaku, orangtuaku terlihat shock dan sedih. Mereka berpendapat sama, ambil jalan terbaik untuk Ibu dan anakku. Tetap sabar dan ikhlas atas cobaan-Nya.


Kamis, 24 Agustus 2017
Setelah mengambil keputusan terbaik untuk terminasi kehamilan, malam harinya kami kembali menemui dokter untuk mengatur jadwal tindakan. Sampai disana ternyata beliau menyarankan lebih cepat lebih baik, malam itu juga.

Seketika badanku bergetar hebat, menggigil, seluruh tubuhku terasa dingin. Aku belum siap malam itu. Dokter mencoba meredakan kecemasanku, memberikan support tapi tetap aku belum siap. Akhirnya beliau mempersilahkanku untuk menenangkan diri di luar dan bisa masuk ruangan lagi nanti jika ingin.

Aku dipersilakan duduk dan ditenangkan oleh salah satu perawat disana. Sampai akhirnya, aku menemui dokter lagi untuk bilang bahwa aku nggak siap malam ini, lakukan itu besok. Beliau meng-iya-kan, sambil menepuk bahuku beliau berkata "yang sabar...".


Jumat, 25 Agustus 2017
Pukul 10.00
Akhirnya kami berdua dan kedua orangtuaku berangkat ke RS Hermina. Setelah sampai disana, suamiku segera mengurus administrasi dan aku diminta untuk cek darah dulu di lab yang kemudian dituntun oleh perawat menuju ruang observasi di lantai dua. Ruang observasi disini adalah satu ruangan lengkap dengan satu bed khusus pasien, wastafel, sofa, AC, televisi, dan kamar mandi. Ruangan ini hanya boleh diisi oleh pasien dan (seharusnya) satu orang pendamping, tapi saat itu pendampingku suami dan Ibuku.

Pukul 12.30
Setelah makan siang, perawat mulai melakukan tindakan kepadaku. Induksi. Terminasi kehamilan yang aku lakukan adalah dengan melahirkan janin sebelum waktunya dengan induksi. Induksi ini menggunakan obat yang dimasukkan melalui vagina setiap 6 jam sekali sampai janin lahir. Jangan dibayangkan rasanya, dan jangan sampai merasakannya lagi.

Sebelum obat induksi masuk, perawat memeriksa detak jantung bayiku menggunakan doppler. Aku masih bisa mendengar suara detak jantungnya yang berdetak kencang di rahimku. Nggak ada kata lain yang bisa aku katakan selain, "maafkan Ibu, Sayang..."

Setelah pengecekan detak jantung selesai obat pertama masuk. Satu jam setelah obat masuk perut mulai terasa sakit. Suami dan Ibuku selalu disampingku. Suami nggak pernah melepas genggaman tanganku. Doa-doa terus dipanjatkan tak terputus, istighfar, dan dzikir terus dikumandangkan agar persalinan ini lancar.

Selama anakku didiagnosa anencephaly, suamiku sering mengajak komunikasi bayi kami. Setiap selesai sholat, dia mendekatkan bibirnya ke perutku membacakan doa untuk anaknya dan selalu meminta maaf atas segala kesalahan yang kami perbuat sebagai orang tua.

Pukul 18.30
Obat pertama habis. Perut terus saja kontraksi, tapi belum ada tanda-tanda pembukaan. Dokter visit, beliau memeriksa kondisiku, membesarkan hatiku dan meminta perawat melanjutkan induksi lagi untuk yang kedua.

Pukul 19.00
Perawat melakukan cek detak jantung bayiku lagi, detak jantungnya masih ada. Anakku kuat, dia masih bertahan. Aku hanya bisa menangis dalam diam. Maafkan Ibu, Nak...
Obat induksi kedua masuk. Rasa sakitnya melebihi induksi yang pertama. Posisi tidur miring ke kanan adalah posisi paling nyaman. Terus istighfar dan terus saja menangis sepanjang malam. Suamiku membelai rambutku dan terus menguatkan aku. Ibuku menyuapiku minum dan makan malam. Aku hanya bisa istighfar mengerang menahan sakit.

Pukul 23.30
Perutku semakin sakit, perut terasa kencang dan kaku. Ku hentikan eranganku karena melihat Ibuku sudah tidur di sofa dan suamiku yang tertidur di lantai. Aku mencoba untuk diam menahan sakit dan berdoa dalam hati. Ya Rabb, lancarkanlah, permudahlah, jangan persulit...


Sabtu, 26 Agustus 2017
Pukul 01.00
Obat induksi kedua habis dan aku hanya tinggal menunggu perawat datang untuk memasukkan obat induksi ketiga. Tapi tak lama kemudian aku berteriak "Allahu Akbar!". Ibu dan suamiku terbangun karena teriakanku dan menanyakan padaku ada apa. Aku merasakan seperti ada bendungan jebol, entah air atau darah yang keluar dari jalan lahir. Segera aku tekan bel dan perawat datang untuk memeriksa. Perawat berkata kalau air ketubanku pecah dan sudah mulai ada pembukaan satu. Ya, 12 jam menahan sakit dan kontraksi ternyata baru pembukaan satu.

Pukul 01.15
Tak lama dari jarak air ketuban yang pecah, aku merasakan ada sesuatu yang mulai keluar. Segera aku tekan bel dan perawat datang.
"Gimana Bu?"
"Mbak, ini kayaknya udah keluar..."
"Baik, Bu. Saya cek dulu ya"

Aku punya feeling kalau itu anakku yang akan lahir, aku hanya memandang ke langit-langit dalam diam. Suamiku membelai rambutku sambil terus membimbing istighfar dan dzikir la ilaha illallah...

"Bu, mau ngeden ga?"
"Nggak, biarin dia keluar sendiri, Mbak..."
"Ya, nggak apa-apa..."

Pukul 01.20
Aku tetap diam, merasakan anakku lahir dalam keheningan malam, merasakan tali pusat yang terus ditarik dan dipotong oleh perawat.

"Pak, ini dedek bayinya udah lahir... Saya taruh disini ya Pak" 

Perawat bicara dengan suamiku sambil membawa bayiku yang sudah ditutup oleh kain dan diletakkan di meja.

Anakku telah lahir, tanpa suara, tanpa gerakan, tanpa pernah aku lihat, tanpa pernah aku sentuh, dia pergi selamanya, meninggalkan kami...
Sudah habis air mataku, aku hanya diam, memandang langit-langit, menguatkan diri sendiri, aku harus ikhlas.

Pukul 02.00
Perawat memintaku untuk puasa, karena jika ada sisa jaringan di rahim maka akan ada tindakan kuret oleh dokter.

Pukul 05.00
Suamiku mengadzani anak kami dan Bapak datang untuk membawanya pulang.

Pukul 05.30
Dokter visit lagi, memeriksa rahimku dengan USG apakah perlu ada tindakan kuret atau nggak. Ternyata tetap harus kuret karena ada sisa jaringan yang harus dibersihkan. Saat itu juga, tanganku dipasang infus dan berganti pakaian dengan pakaian operasi.

Pukul 06.30-12.30
Tindakan operasi kuret, dan aku baru sadar sekitar pukul 08.30. Saat dokter visit lagi dan menyatakan kondisiku sudah stabil maka aku diperbolehkan untuk pulang.

Pukul 13.30-15.00
Suamiku merawat jenazah anak kami kemudian memakamkannya. Perjumpaannya yang pertama sekaligus perpisahannya yang terakhir. Innalillahi wa innailillahi rojiuun...


---------------------


"Anak kita ganteng, Dek. Hidungnya mancung banget kayak Bapak Ibunya, bibirnya tipis, tangan sama kakinya panjang-panjang kayak adek, tinggi kayaknya kalo gede..."

Begitulah suamiku mendeskripsikan bayi kita. Aku nggak pernah lihat anakku langsung, nggak tega. Suami pun melarangku untuk melihat, karena tahu kondisi psikisku nggak kuat. 

Kuberi nama 'Miqdam Firdausy Nugroho', sebuah anugerah anak laki-laki yang pemberani di surga.

Maafkan kami orangtuamu terutama Ibumu ini jika tak sempurna menjagamu ketika dalam kandungan.

Doa kami nggak akan putus buat Miqdam, karena kami sayang Miqdam dan kami akan selalu merindukan Miqdam.

Selamat tinggal Miqdam anakku, semoga kamu bahagia di surga. Jemput Bapak Ibu di pintu surga nanti.



---------------------

"Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". (Q.S Al-Baqarah: 286)



Yogyakarta, 26 September 2017
Ibu



14 komentar:

  1. Ya allah mbk,crt mbk sama sprt saya. Sy bln september 2017 jg terpaksa hrs abortus krn bayi sy jg anencephaly 😞

    BalasHapus
    Balasan
    1. semangat ya mbak, anak kita udah kumpul dan happy di surga, insya Allah :)
      dan semoga mbak segera diberi kepercayaan lagi, aamiin...

      Hapus
    2. Maaf mba mau tanya soalnya sama yang aku alami setelah melahirkan bayi anencephaly pengobatan apa yang di lakukan??? Apakah mba sudah hamil lagi? Gmn kondisi nya??

      Hapus
    3. Gak ada pengobatan macem2 mba, cuma jaga kondisi aja supaya kehamilan berikutnya nggak ada masalah lagi. Sekarang Alhamdulillah udah ada anak kedua dg kondisi sehat.
      semangat ya mba :)

      Hapus
    4. assalamualaikum bun .. bunda hamil lagi jangka waktu berapa bulan bun .. hari ini sya terminasi bun . usia 21w anak ke 3 yg 1 dan 2 abortus .. sedih banget rasanya ..

      Hapus
    5. Janin saya jg anenchepaly 2 kali .. pdhl setelah terminasi pertama sudah minum asam folat dosis tinggi setiap hari 😭

      Hapus
  2. Gak bisa nahan tangis aq bun bacanya..seminggu yg lalu pas usg anaku di vonis anenchepaly.harus nunggu sebulan lagi untk cek prrkembangannya.baru ambil keputusan.semoga sya kuat

    BalasHapus
  3. Mbak kalau boleh tau, biaya terminasi dan kuret selama di rumah sakit berapa ya?

    BalasHapus
  4. Nangis bund baca ceritanya..
    Kmren q usg , kandungan uda gede usia 27week..
    Memang di awal ga ada tanda" apapun.. jantung dan segala macem sehat..
    Pas usg kmren ke dr. Hermanto rungkut.. kebetulan anak pertama juga di sana.. tp anak kedua ini di bilang sama dokternya kena anenchepaly..
    Awal kuat saya hadepi ini.. saya berfikir kan uda ada si kakak.. usianya jg masi 2 taun..
    Tp lama" ga kuat.. suka nangis.. apalagi pas si dedek nendang"..
    Belum cari second opinion.. tp smg di berikan yg terbaik buat qt..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nasib kta sma.. sya ank k3 lahir dgn anenchepaly..krna sdh 9 bln kethuannya hrus di sc.

      Hapus
  5. mbak nasib qt sama, apakah usia 27minggu janin bisa di terminasi?

    BalasHapus
  6. Ya Allah mbak sama persis dengan pengalaman saya, awal kehamilan juga baru tau pas bulan ramadhan 2019 persis sekali ya Allah semoga ada hikmah dibalik ini semua 😢

    BalasHapus
  7. Use this diet hack to drop 2 lb of fat in just 8 hours

    More than 160k men and women are hacking their diet with a easy and secret "water hack" to burn 1-2 lbs each and every night as they sleep.

    It is simple and works with everybody.

    You can do it yourself by following these easy steps:

    1) Grab a clear glass and fill it up half the way

    2) Proceed to do this strange HACK

    and be 1-2 lbs lighter as soon as tomorrow!

    BalasHapus
  8. Saya juga mengalami hal yg sama udah dirujuk kerumah sakit tapi tetap jawaban nya seperti itu.. tapi semua itu biarlah Alloh yang ngatur untuk sekarang saya hanya bisa berdoa semoga ada jalan terbaik, karena saya ingin tetap mempertahankan anak ini sampai waktunya ia lahir kedunia:)

    BalasHapus